Mas Adi Taroepratjeka, barista dan salah satu pemilik Coffee Lab menjawab, "Nikmati dengan hati dan pikiran terbuka. Sederhana kan?"
Saya tertegun.
Arak-arakan awan kelabu sudah memenuhi langit Bandung siang itu. Saya bersyukur bisa sampai di 5758 Coffee Lab sebelum hujan turun. Faktanya, hujan memang tak pernah turun hari itu. :D
Kali ini saya tidak akan membicarakan tentang laboratorium kopi yang saya sambangi akhir pekan lalu. Saya hanya ingin berbagi keriaan dalam... Ummm, tujuh gelas kopi, secangkir espresso dan secangkir cappucino yang saya teguk. Serius, Dy, begitu banyak kopi dalam sehari? SERIUS!
Sebetulnya saya datang siang itu atas undangan Mbak Desiyanti Wirabrata untuk mengikuti kelas Coffee For Fun. Sebuah kelas kecil yang jadi andalan 5758 Coffee Lab di banyak kelas yang mereka rancang. Bagaimana keseruan kelas ini, akan saya tulis di postingan lain. Kali ini, tolong...bersabarlah membaca kebahagiaan saya.
Ternyata betul bahwa kopi bisa mengundang teman baru. Atau mendekatkan teman yang lama tak bersua. Tapi hari itu saya memang banyak bertemu dengan teman baru, loh. Juga arti sebuah kejujuran yang diajarkan biji-biji kopi Bali Kintamani. Iya, hari itu Mas Adi berbaik hati menggiling dan menyeduhkan kami semua biji kopi Bali Kintamani.
Saya pernah membacaentah di mana, saya lupa, bahwa kopi selalu hadir dengan pembicaraan yang mengalir tiada henti. Tentang apa saja. Tentang kopi itu sendiri, tentang cuaca hari itu, tentang kenangan. Bahkan tentang impian yang ingin diraih.
Saya pernah membaca
Ketika saya ngobrol dengan Mas Adi sebelum kelas dimulai, saya mendapatkan banyak hal menarik. Salah satunya adalah cara menikmati kopi itu sendiri.
Pembicaraan bergulir pada impian yang ingin diraih 5758 Coffee Lab. Mas Adi ingin Coffee Lab menjadi sebuah tempat untuk berbagi semua hal tentang kopi. "Mari belajar dan berbagi," timpal Mas Aji. Itu sebabnya mereka punya kelas-kelas yang tadi saya bilang. Ada Coffee For Fun, ada kelas Basic Manual Brewing. Dan ada beberapa kelas tambahan yang sengaja mereka rancang.
Beberapa teman baru yang saya jumpai adalah Dinesshia dan Pak Sayed. Ketika saya mengobrol dengan Mas Adi, Dinesh masih asik menunduk di depan laptopnya. Tadinya saya pikir Dinesh adalah salah satu peserta kelas Coffee for Fun. Rupanya bukan. Ia datang untuk menikmati kopi.
Yang membuat saya tertarik pada Dinesh adalah ketika ia mengeluarkan buku tulis yang sepertinya mencatat pengetahuannya tentang kopi. Iya Dinesh, saat kamu ngobrol dengan Obit, saya sempat melirik alis mencuri pandang. Maafkan saya ya. Lol. :D Maka saya dekati Dinesh dan mengajaknya berkenalan.
Ternyata Dinesh adalah pecinta kopi! Dan ia sudah berkeliling hampir seluruh Bandung, singgah di berbagai kedai kopi dan mencicipi kopi. Uniknya lagi, ia mencatat pengalamannya itu pada sebuah (atau dua, Dinesh? hahaha). Ia tulis tentang sejarah kopi, teknik pemanganggan, sampai teknik seduh manual yang akan diajarkan Mas Adi siang itu.
Pak Sayed? Dengar-dengar ia jauh datang dari Pekan Baru. Kami belum sempat ngobrol banyak, kecuali berbagi tawa tentang mesin espresso yang nongkrong gagah di meja 5758 Coffee Lab. Dari pertanyaan Pak Sayed tentang salah satu kedai kopi di tempatnya berasal yang menyajikan kopi dalam cangkir "retak seribu" saya jadi tahu kenapa cangkir-cangkir espresso diletakkan di atas mesin espresso. Nantiiii... Nanti bakal saya kasih tahu di postingan khusus tentang 5758 Coffee Lab. Hihihi.
Obrolan kami jadi jauh. Pada kebiasaan barista di Perancis yang konon sudah lupa tentang cinta yang harusnya ia letakkan pada setiap cangkir espresso untuk pelanggannnya. Tentang terapi menaklukan diri sendiri saat seduh manual dengan V-60. Juga tentang nasib petani kopi yang sering bikin miris hati.
Sore itu, ketika kelas berakhir, saya betul-betul dipenuh keriaan yang saya pendam. Tapi bertunas menjadi senyuman-senyuman kecil yang tak kunjung usai hingga tengah malam. Efek kafein? Boleh jadi. Mabuk kopi? Curiganya sih begitu. Hahaha. Yang jelas, keesokan harinya kepala saya berdenyut-denyut dan saya butuh kopi!
Rasanya kisah tentang kopi memang tak pernah usai. Selalu menuai kisah baru. Tentang perjalanan dan impian, atau sekadar obrolan tentang cuaca hari ini. Ngomong-ngomong soal cuaca, sebelum Subuh hingga pagi ini, Cimahi diguyur hujan deras. Menyenangkan sekali. Bagaimana dengan cuaca di tempatmu tinggal? Sudah ngopi pagi ini? Selamat mereguk kisah ;)
Kamu juga bisa membaca kisah lain tentang kopi, seperti Mencicipi Caringin Tilu di West Java Coffee Festival dan Moka Arabika Coffee Brownies di blog ini. Selamat membaca! ^_^
Menurut Mas Adi, kopi terenak adalah kopi yang dinikmati dengan kejujuran. Artinya, setiap pilihan dan selera akan berbeda-beda pada setiap orang. Tak ada teori yang benar-benar pas. Pada akhir hari, toh yang kita cari sebuah kenikmatan, kebahagiaan dari segelas kopi.
Pembicaraan bergulir pada impian yang ingin diraih 5758 Coffee Lab. Mas Adi ingin Coffee Lab menjadi sebuah tempat untuk berbagi semua hal tentang kopi. "Mari belajar dan berbagi," timpal Mas Aji. Itu sebabnya mereka punya kelas-kelas yang tadi saya bilang. Ada Coffee For Fun, ada kelas Basic Manual Brewing. Dan ada beberapa kelas tambahan yang sengaja mereka rancang.
Pour The Caffeine |
Beberapa teman baru yang saya jumpai adalah Dinesshia dan Pak Sayed. Ketika saya mengobrol dengan Mas Adi, Dinesh masih asik menunduk di depan laptopnya. Tadinya saya pikir Dinesh adalah salah satu peserta kelas Coffee for Fun. Rupanya bukan. Ia datang untuk menikmati kopi.
Yang membuat saya tertarik pada Dinesh adalah ketika ia mengeluarkan buku tulis yang sepertinya mencatat pengetahuannya tentang kopi. Iya Dinesh, saat kamu ngobrol dengan Obit, saya sempat melirik alis mencuri pandang. Maafkan saya ya. Lol. :D Maka saya dekati Dinesh dan mengajaknya berkenalan.
Ternyata Dinesh adalah pecinta kopi! Dan ia sudah berkeliling hampir seluruh Bandung, singgah di berbagai kedai kopi dan mencicipi kopi. Uniknya lagi, ia mencatat pengalamannya itu pada sebuah (atau dua, Dinesh? hahaha). Ia tulis tentang sejarah kopi, teknik pemanganggan, sampai teknik seduh manual yang akan diajarkan Mas Adi siang itu.
Mas Adi dan Beberapa Teman Baru |
Pak Sayed? Dengar-dengar ia jauh datang dari Pekan Baru. Kami belum sempat ngobrol banyak, kecuali berbagi tawa tentang mesin espresso yang nongkrong gagah di meja 5758 Coffee Lab. Dari pertanyaan Pak Sayed tentang salah satu kedai kopi di tempatnya berasal yang menyajikan kopi dalam cangkir "retak seribu" saya jadi tahu kenapa cangkir-cangkir espresso diletakkan di atas mesin espresso. Nantiiii... Nanti bakal saya kasih tahu di postingan khusus tentang 5758 Coffee Lab. Hihihi.
Obrolan kami jadi jauh. Pada kebiasaan barista di Perancis yang konon sudah lupa tentang cinta yang harusnya ia letakkan pada setiap cangkir espresso untuk pelanggannnya. Tentang terapi menaklukan diri sendiri saat seduh manual dengan V-60. Juga tentang nasib petani kopi yang sering bikin miris hati.
Sore itu, ketika kelas berakhir, saya betul-betul dipenuh keriaan yang saya pendam. Tapi bertunas menjadi senyuman-senyuman kecil yang tak kunjung usai hingga tengah malam. Efek kafein? Boleh jadi. Mabuk kopi? Curiganya sih begitu. Hahaha. Yang jelas, keesokan harinya kepala saya berdenyut-denyut dan saya butuh kopi!
Rasanya kisah tentang kopi memang tak pernah usai. Selalu menuai kisah baru. Tentang perjalanan dan impian, atau sekadar obrolan tentang cuaca hari ini. Ngomong-ngomong soal cuaca, sebelum Subuh hingga pagi ini, Cimahi diguyur hujan deras. Menyenangkan sekali. Bagaimana dengan cuaca di tempatmu tinggal? Sudah ngopi pagi ini? Selamat mereguk kisah ;)
Kamu juga bisa membaca kisah lain tentang kopi, seperti Mencicipi Caringin Tilu di West Java Coffee Festival dan Moka Arabika Coffee Brownies di blog ini. Selamat membaca! ^_^
Aku belum pernah ngopi di luar, Mbk jadi penasaran deh. Wah senang ya bisa banyak teman dan mereview tempat hihi
BalasHapusYuk, mari melipir ke Bandung dan ngopi bareng, Mbak ^^
HapusBelum pernah sih, menikmati kopi yang asli. Maksudnya yg benar2 dr biji kopi yg digiling lalu langsung diseduh.... seringnyà kopi2 instan aja yg sachet-an yg beli beli di warung atau minimarket. Huhuu.. bukan penikmat kopi sejati😆
BalasHapusApa pun jenis kopinya, mari ngopi! Hahaha. Kopi instan pun terbuat dari biji kopi kan ;)
HapusSaya bukan penikmat ataupun pecinta kopi mba, tapi senang baca tulisan ini. Ada wawasan baru tentang kopi yang baru saja saya tahu.
BalasHapusTadinya saya juga bukan penikmat kopi, Mbak. Tapi saya jatuh cinta, hahaha.
HapusTrims ya sudah mampir :)
Saya juga pencinta kopi, Mbak. Cuma kopinya yang simpel aja, plain alias kopi tubruk. Maklumlidah ndeso, haha. Harus dinikmati dengan kejujuran ya, hhhm....
BalasHapusTapi kopi memang fenomenal sampai bisa bikin Dee kaya dari film hehe.
Dulu pernah diajak momtraveler ke Kampung Kopi Banaran Semarang, wah senangnya minta maaf...
Ngopi yuk ...
Wow! Saya harus ke Kampung Kopi Banaran, tuh. Makasih infonya, Mas ^^
Hapusaku suka kopi, item pait atau yang di mix macem2, tapi ngupinya di rumah aja ... klo sengaja ngupi di luar, suka gak pokus aku sama kopinya *eh
BalasHapuswidiiih. terus pokus sama syapa? baristanya? wkwkwk
HapusMbak Dy, tulisan sampean enak banget dibaca. Tipikal penulis kesukaanku. Apalagi, pembahasannya mengenai kopi ~ sendu-sendu gimana gitu.
BalasHapusSukaaaa
Huwaaaa. Aku jadi ngikik bahagia *ini masih efek kafein keknya* baca komentarmu. :D
HapusIya, ngobrolin kopi itu sendu-snedu inget mantan gitu ya #eh :))
suasana tempat ngopinya asyik yaa mbak, pengunjung jadi akrab gitu sama baristanya ^_^
BalasHapusenak banget. Kapan-kapan kalau ke Bandung, mampir ya ke 5758 Coffee Lab ;)
HapusAku bukan penikmat kopi, tapi setiap pagi selalu menyeduh kopi untuk suami hehehe. Yah, kadang-kadang suka icip-icip dikitlah, tapi nggak berani banyak-banyak :D
BalasHapusMemang seharusnya minum kopi nggak boleh kebanyakan, kok. Hihihi
HapusHuhuhuu pengen mewek rasanya kalau nyangkut perkopian... dyah, ajak ajak atuh kalo ada undangan ngopi lagi yaaah
BalasHapusKenapa mewek? Biar diajak Dydie ngopi ya? Hihihi
HapusSuka kagum deh sama pecinta kopi yang luar biasa kecintaannya. Aku mah ngga ngerti apa apa tentang kopi wkwkwk
BalasHapusSama, mbak. Aku juga kagum banget. Mereka hapal kopi ini enaknya diseduh pakai teknik apa.
HapusNggak ngerti apa-apa tentang kopi tapi warbiyasak ngeblognya. Vihuy!
aku suka kopi mba, tapi sayangnya perut gak bisa diajak kompromi :(
BalasHapusjadi, minum sewajarnya ajaa :D
Iya, reaksi orang terhadap kafein memang beda-beda kok.
HapusSaya (yang ngakunya pecinta kopi) cuman cucok sama kopi capucino. ;)
BalasHapusPaling enak memang, Win
Hapusaku belum pernah ngopi di luar rumah *emak kurang gaul* :D
BalasHapusHihihi. Aku juga nggak sering-sering amat. Namanya juga emak-emak, yang instan pun alhandulillah. Wkwkwk
HapusWah, baru tau kalo Teh Dydie juga pecinta kopi, euy! Dan tulisan ini betul2 bikin kepo, ga sabar nunggu postingam berikutnya...
BalasHapusAsiiik, berhasil bikin Mbak Al kepo 😁
Hapusseru banget, di bekasi mana ada kelas kayak beginian padahal mah pengen banget ikutan.
BalasHapusHmmm kopi yang diseduh dengan kejujuran ya mba Die... dalem ... tak salah nih si kopi ini banyak filosofinya..
BalasHapusMba Dy, aku speechless baca tulisannya.
BalasHapussaya bukan penikmat kopi,tapi temen2 saya yang kebetulan lebih banyak cowoknya (Maklum lulusan teknik) pada suka ngopi, dan bisa ngehabisin beberapa cangkir ngopi selama nongkrong, bikin saya mikir kalo kopi bisa jadi teman disegala suasana :D
BalasHapustapi tetep aja saya ga suka ngopi, lebih suka fload atau green tea latte :p
http://rusydinat.blogspot.com
Aku bukan penikmat kopi dan jarang banget minum kopi, tapi aku penyuka aroma kopi. Membaca tulisan Mba, aku jadi membayangkan sebuah tempat yang nggak terlalu luas tapi dipenuhi aroma kopi. Hmmm ....
BalasHapus