Ada satu orang yang selalu bisa kau andalkan dalam situasi apa pun. Yang mengulurkan tangan ketika kau terjatuh (tak peduli sudah ke berapa kali) dan selalu yakin bahwa kau akan berhasil.
Dirimu sendiri. - Dyah Prameswarie
Selamat hari Minggu malam yang dingin dari Cimahi 😊
Hari ini tema BPN 30 Day Blog Challenge adalah '5 Fakta Tentang Diri Sendiri'.
Dan kemudian saya sibuk 'menulisnya' dalam otak saya. Saya ingin membagikan the dark side of me, yang pasti akan menuai badai di kalangan teman (yang juga pembaca blog ini).
Tapi entah kenapa, saat membuat banner untuk tulisan ini, saya ingin membagikan yang ringan saja konon karena emosi itu menular. Jadi karena kemungkinan the dark side of me itu sangat-sangat gelap dan berpotensi mendatangkan perasaan nggak enak, jadi mendingan lupakan saja.
Jadi, selamat mengenali saya yang selama ini kelihatannya begini, ternyata begitu. Halah...
🌟 Ego Sentris
Suatu waktu dalam acara launching novel Dua Masa di Mata Fe, saya ditanya oleh MC.
MC: Siapa sih yang paling berjasa memberikan semangat selama penulisan novel ini?
Dydie: Saya sendiri.
Pertanyaan lain...
MC: Siapa sih yang ingin mbak Dydie banggakan dengan prestasi mbak Dydie selama ini?
Dydie: Diri saya sendiri.
MC dan pengunjung hening.
Krik, krik, krik. LOL.
Saya mencintai diri sendiri lebih dari saya mencintai siapa pun di dunia ini. Nyahahaha.
Dengannya saya bisa mencintai dan memahami orang lain. Ya sederhana saja sih, bagaimana kita mau mencintai dan membahagiakan orang lain kalau mencintai diri sendiri saja kita belum bisa.
Dengannya pula saya bisa tahu potensi, passion dan kekurangan saya. Ini membuat saya fokus dengan tujuan dan cita-cita saya. Biar pun orang lain mengikuti Biksu Suci pergi ke Barat 😂, kalau itu bukan tujuan saya, ya saya enggak mau ikut-ikutan pergi ke sana.
Buang waktu.
Dicela karena berbeda dengan kebanyakan orang? Biarlah. 😂😂
Saya, kamu dan setiap orang lain di dunia ini punya path yang berbeda. Saya nggak mau repot mengurusi orang yang punya path yang lebih bagus atau buruk dari saya, misalnya. Mending saya ngurusin gimana caranya biar path saya lancar dan mulus 😎😎.
Alasan lain adalah,
Suami, ibu, saudara, sahabat bahkan anak sekalipun bisa menghilang dari hidupmu kapan saja. Orang-orang terdekatmu tidak selalu ada untukmu. Mereka punya kesibukan sendiri, punya prioritas sendiri, punya tujuan dan path yang berbeda denganmu. Ini wajar, NORMAL. Dan somehow, Allah punya kehendak-Nya sendiri yang sewaktu-waktu memisahkan kita dengan orang-orang yang kita cintai.
Bayangkan kalau saya menaruh harapan besar pada mereka, meletakkan semangat dan harapan agar mereka bangga pada saya...lantas suatu waktu mereka pergi dari hidup saya.
Maka semangat saya pasti runtuh. Mungkin hidup saya jadi kacau. Bagaimana menghidupkan semangat yang pergi bersama mereka?
Soal kebanggaan. Buat saya, berkarya dan kerja keras adalah mutlak. Soal bagaimana orang lain mengapresiasi karya dan kerja keras saya itu bukan urusan saya. Terserah apakah mereka mau bangga atau tidak, tak masalah. Saya tidak bisa memaksa suami saya bangga dengan apa yang saya lakukan. Selama saya tidak mengerjakan karya dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan norma umum dan norma agama ya.
Ibaratnya gini, saya sudah mengerjakan satu novel dengan penuh kerja keras (riset, nulis, menaklukkan diri sendiri, melewati proses penyuntingan, menunggu kabar dari penerbit, menunggu proses terbit dan lain-lain), sewatu novel itu terbit, suami saya (misalnya) ternyata nggak terlalu bangga sama apa yang sudah saya jalani.
Terus mau berhenti dan menyerah begitu saja? Oh, tidak semudah itu, bosque! Saya akan terus memperjuangkan apa yang sudah saya yakini 😎. Menjadi kebanggan orang lain itu bonus.
Yang jelas, setelah perjalanan yang sulit ditempuh, di akhir hari bolehlah berbangga diri (asal nggak kelewat sombong saja sih). Menaklukkan diri sendiri itu nggak mudah, loh. Give yourself a credit, gurl.
🌟 Lebih Suka Sunrise dari pada Sunset
Buat saya, sunset itu dramatis, menyanyat hati dan pembuka segala kegelapan yang ada. Meski indah dan menikmati sunset di Uluwatu dan Batu Karas, tapi sunrise adalah hal yang paling indah. Paling saya sukai.
Pada mentari yang beranjak terbit, ada harapan yang dilangitkan, ada cahaya yang mengawali hari pun ada semangat yang beranjak naik. Ada kesunyian yang saya rindukan.
🌟 Pemuja Keheningan
Saya pemuja keheningan dini hari, di mana saya bisa sendirian dan menyeruput se-mug teh hangat. Rasanya dunia ada di pihak saya, bukan di pihak negara adi daya manapun. Nyahaha.
Momen ini adalah momen yang paling saya nikmati setiap hari, sepanjang waktu, mungkin sepanjang usia saya. Sebelum negara api menyerang! Bwahahaha.
Makanya saya selalu menggerutu ketika hari Minggu pagi saya selalu diganggu dari suara loud speaker yang melantunkan lagu dangdut sebagai pengiring ibu-ibu senam. Belum lagi teriakan-teriakan yang memkakkan telinga itu. Zzzz...
Itu sebabnya saya tidak cocok berada di keramaian. Di pasar kaget atau CFD yang terlalu banyak orang lalu lalaang dengan debu berterbangan, enggak deh, maaf.
Atau keramaian taman bermain atau tempat wisata...big no. Waktu diajak ke Dufan saat Lebaran beberapa tahun yang lalu, saya malah melewatkan tidur nyaman di ruang tunggu VIP yang punya mainan anak-anak dan ber-AC.
🌟 Menyintai Menulis (sampai kapan pun)
Sehari nggak menulis itu bikin saya senewen dan akhirnya ngomen-ngomel nggak jelas. Makanya dari pada stress sendiri, mending saya menyisihkan waktu untuk duduk dan menulis. 30 sampai 60 menit pun cukup. Kalau bisa sih lebih, hihihi.
Menulis membuat saya tenang, membuat kepala saya yang penuh ini jadi lebih ringan dan membuat saya tetap waras.
🌟 Pecinta Teh dan Kopi
Duo kafein ini nggak bisa saya lewatkan setiap hari, terutama teh. Teh hangat ini sudah jadi kebiasaan saya sejak kecil, selalu disediakan teh hangat di pagi hari oleh Mama. Setiap anak punya jatah dan gelasnya sendiri.
Setiap kali bangun tidur dan melihat gelas teh yang berderet dengan cairan berwarna amber yang aromanya harum dan kehangatannya membelai hati (tsaaah...) rasanya menyenangkan.
Kebiasan ini akhirnya menulari saya yang menyediakan teh hangat untuk anak-anak. Rasanya ada yang kurang kalau nggak minum teh hangat di pagi hari.
Kopi?
Pagi hari boleh, siang boleh, malam pun hayuk. Wkwkwk. I love coffee as I love my cup of tea.
Well, selesai sudah hal-hal tentang saya. Pengennya sih bisa nulis panjaaang gitu, hahaha. Suka bablas aja gini kalau disuruh nulis tentang diri sendiri. Selamat membaca ya, sampai ketemu di tulisan berikutnya.
Salam,
Dydie Kitchen Hero
🌟 Ego Sentris
Suatu waktu dalam acara launching novel Dua Masa di Mata Fe, saya ditanya oleh MC.
MC: Siapa sih yang paling berjasa memberikan semangat selama penulisan novel ini?
Dydie: Saya sendiri.
Pertanyaan lain...
MC: Siapa sih yang ingin mbak Dydie banggakan dengan prestasi mbak Dydie selama ini?
Dydie: Diri saya sendiri.
MC dan pengunjung hening.
Krik, krik, krik. LOL.
Saya mencintai diri sendiri lebih dari saya mencintai siapa pun di dunia ini. Nyahahaha.
Dengannya saya bisa mencintai dan memahami orang lain. Ya sederhana saja sih, bagaimana kita mau mencintai dan membahagiakan orang lain kalau mencintai diri sendiri saja kita belum bisa.
Dengannya pula saya bisa tahu potensi, passion dan kekurangan saya. Ini membuat saya fokus dengan tujuan dan cita-cita saya. Biar pun orang lain mengikuti Biksu Suci pergi ke Barat 😂, kalau itu bukan tujuan saya, ya saya enggak mau ikut-ikutan pergi ke sana.
Buang waktu.
Dicela karena berbeda dengan kebanyakan orang? Biarlah. 😂😂
Saya, kamu dan setiap orang lain di dunia ini punya path yang berbeda. Saya nggak mau repot mengurusi orang yang punya path yang lebih bagus atau buruk dari saya, misalnya. Mending saya ngurusin gimana caranya biar path saya lancar dan mulus 😎😎.
Alasan lain adalah,
Suami, ibu, saudara, sahabat bahkan anak sekalipun bisa menghilang dari hidupmu kapan saja. Orang-orang terdekatmu tidak selalu ada untukmu. Mereka punya kesibukan sendiri, punya prioritas sendiri, punya tujuan dan path yang berbeda denganmu. Ini wajar, NORMAL. Dan somehow, Allah punya kehendak-Nya sendiri yang sewaktu-waktu memisahkan kita dengan orang-orang yang kita cintai.
Bayangkan kalau saya menaruh harapan besar pada mereka, meletakkan semangat dan harapan agar mereka bangga pada saya...lantas suatu waktu mereka pergi dari hidup saya.
Maka semangat saya pasti runtuh. Mungkin hidup saya jadi kacau. Bagaimana menghidupkan semangat yang pergi bersama mereka?
Soal kebanggaan. Buat saya, berkarya dan kerja keras adalah mutlak. Soal bagaimana orang lain mengapresiasi karya dan kerja keras saya itu bukan urusan saya. Terserah apakah mereka mau bangga atau tidak, tak masalah. Saya tidak bisa memaksa suami saya bangga dengan apa yang saya lakukan. Selama saya tidak mengerjakan karya dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan norma umum dan norma agama ya.
Ibaratnya gini, saya sudah mengerjakan satu novel dengan penuh kerja keras (riset, nulis, menaklukkan diri sendiri, melewati proses penyuntingan, menunggu kabar dari penerbit, menunggu proses terbit dan lain-lain), sewatu novel itu terbit, suami saya (misalnya) ternyata nggak terlalu bangga sama apa yang sudah saya jalani.
Terus mau berhenti dan menyerah begitu saja? Oh, tidak semudah itu, bosque! Saya akan terus memperjuangkan apa yang sudah saya yakini 😎. Menjadi kebanggan orang lain itu bonus.
Yang jelas, setelah perjalanan yang sulit ditempuh, di akhir hari bolehlah berbangga diri (asal nggak kelewat sombong saja sih). Menaklukkan diri sendiri itu nggak mudah, loh. Give yourself a credit, gurl.
🌟 Lebih Suka Sunrise dari pada Sunset
Buat saya, sunset itu dramatis, menyanyat hati dan pembuka segala kegelapan yang ada. Meski indah dan menikmati sunset di Uluwatu dan Batu Karas, tapi sunrise adalah hal yang paling indah. Paling saya sukai.
Pada mentari yang beranjak terbit, ada harapan yang dilangitkan, ada cahaya yang mengawali hari pun ada semangat yang beranjak naik. Ada kesunyian yang saya rindukan.
🌟 Pemuja Keheningan
Saya pemuja keheningan dini hari, di mana saya bisa sendirian dan menyeruput se-mug teh hangat. Rasanya dunia ada di pihak saya, bukan di pihak negara adi daya manapun. Nyahaha.
Momen ini adalah momen yang paling saya nikmati setiap hari, sepanjang waktu, mungkin sepanjang usia saya. Sebelum negara api menyerang! Bwahahaha.
Makanya saya selalu menggerutu ketika hari Minggu pagi saya selalu diganggu dari suara loud speaker yang melantunkan lagu dangdut sebagai pengiring ibu-ibu senam. Belum lagi teriakan-teriakan yang memkakkan telinga itu. Zzzz...
Itu sebabnya saya tidak cocok berada di keramaian. Di pasar kaget atau CFD yang terlalu banyak orang lalu lalaang dengan debu berterbangan, enggak deh, maaf.
Atau keramaian taman bermain atau tempat wisata...big no. Waktu diajak ke Dufan saat Lebaran beberapa tahun yang lalu, saya malah melewatkan tidur nyaman di ruang tunggu VIP yang punya mainan anak-anak dan ber-AC.
🌟 Menyintai Menulis (sampai kapan pun)
Sehari nggak menulis itu bikin saya senewen dan akhirnya ngomen-ngomel nggak jelas. Makanya dari pada stress sendiri, mending saya menyisihkan waktu untuk duduk dan menulis. 30 sampai 60 menit pun cukup. Kalau bisa sih lebih, hihihi.
Menulis membuat saya tenang, membuat kepala saya yang penuh ini jadi lebih ringan dan membuat saya tetap waras.
🌟 Pecinta Teh dan Kopi
Duo kafein ini nggak bisa saya lewatkan setiap hari, terutama teh. Teh hangat ini sudah jadi kebiasaan saya sejak kecil, selalu disediakan teh hangat di pagi hari oleh Mama. Setiap anak punya jatah dan gelasnya sendiri.
Setiap kali bangun tidur dan melihat gelas teh yang berderet dengan cairan berwarna amber yang aromanya harum dan kehangatannya membelai hati (tsaaah...) rasanya menyenangkan.
Kebiasan ini akhirnya menulari saya yang menyediakan teh hangat untuk anak-anak. Rasanya ada yang kurang kalau nggak minum teh hangat di pagi hari.
Kopi?
Pagi hari boleh, siang boleh, malam pun hayuk. Wkwkwk. I love coffee as I love my cup of tea.
Well, selesai sudah hal-hal tentang saya. Pengennya sih bisa nulis panjaaang gitu, hahaha. Suka bablas aja gini kalau disuruh nulis tentang diri sendiri. Selamat membaca ya, sampai ketemu di tulisan berikutnya.
Salam,
Dydie Kitchen Hero
Mbak Dy introvert kah? Hampir semua sama kayak aku, cuma beda yang no 1. Aku juga nggak suka rame. Kalau ada di tempat rame itu, justru energi kayak habis gitu. Trus jadi uring-uringan deh...
BalasHapusTeh dy, kita sama - sama penyuka sunrise *toss
BalasHapusAlasanku suka sunrise, karena dari dulu lebih sering dan suka menikmati matahari terbit di belakang rumah. Hangat, semangatnya terasa seharian.
Tak apa. Perasaan nyaman menjadi sendirian itu normal. :)
BalasHapus